Sekolah Sebagai lembaga
pendidikan formal tujuannya adalah menginternasilasikan nilai kejujuran.
Sekolah kerap melakukan berbagai upaya agar peserta didik menjadi manusia yang
jujur. Oleh sebab itulah sekolah menekankan kebiasaan-kebiasaan jujur kepada
siswa dalam interaksi di sekolah.
Akan tetapi dalam
realitanya, sekolah tak jarang gagal dalam menanamkan kejujuran kepada peserta
didik. Hal tersebut kerap terjadi ketika situasi ujian. Peserta didik kerap
melakukan kecurangan ketika ujian. Kecurangan tersebut adalah menyontek.
Perilaku menyontek
peserta didik di Indonesia saat ujian bak virus yang telah mewabah. Bahkan
peserta didik menganggap virus ini bukan penyakit, namun obat agar dapat lulus
ketika ujian.
Fenomena tersebut adalah
masalah pendidikan kemanusiaan di Indonesia. Bagaimana tidak, pendidikan di
Indonesia bertujuan menghasilkan manusia yang berintegritas dan cerdas, namun
dalam realita yang terjadi justru sebaliknya : cerdas tak tergapai, integritas
pun tergadai.
Siapakah yang harus
disalahkan dalam kondisi ini? Apakah ini salah kepala sekolah, guru, orang tua
atau peserta didik itu sendiri? Maka untuk mengkaji fenomena ini sejatinya
perlu analisis yang mendalam. Namun jika kita harus menarik titik pusat dari
masalah ini, maka masalah utamanya adalah ketiadaan penekanan komitmen
individual untuk secara pribadi meyakinkan dirinya bahwa kejujuran adalah
prioritas utama dalam hidup.
Jika kita telah
berkomitmen dan menjadikan kejujuran sebagai prioritas hidup, maka pada situasi
apapun kita akan tetap menjaga nyala prioritas tersebut, meskipun kita berada
dalam situasi yang penuh dengan ketidak-jujuran
Lantas bagaimana jika
kita tidak lulus ujian karena jujur, sementara orang lain lulus ujian karena
menyontek? Maka jika kita memang sudah yakin bahwa komitmen dan prioritas utama
hidup kita adalah kejujuran – mengapa kita harus khawatir dengan hal ini –
bukankah tidak lulus adalah bagian dari kebahagiaan bahwa : aku lulus dari tes
kejujuran yang aku buat untuk diriku sendiri, bukan lulus dari sesuatu yang
tidak aku buat sendiri.
Namun perlu juga
disadari bahwa jujur juga tidak boleh keliru. Agar kita tidak lantas berbangga
hati karena tidak lulus, namun jujur. Sebab ada keutamaan lain yang bisa kita
padu-padankan menjadi keutamaan yang lebih baik tingkatannya. Hal itu adalah
dengan membuat komitmen dan prioritas bahwa : aku harus belajar dengan sungguh-sungguh
agar mencapai hasil ujian yang baik, dengan tidak menyontek. Jadi ada komitmen
dan prioritas baru: belajar dengan baik; ujian tidak menyontek; dan lulus
ujian.
Mari kita bersama sama memerangi budaya nyonyek bersama-sama, dan katakan tidak pada menyontek, dan yang terakhir mari shared tulisan ini, semoga bermanfaat
Post a Comment